Coba sejenak kita kembali mengingat ke 82 tahun yang telah silam, tepat pada tanggal 28 oktober 1928. Perwakilan-perwakilan pemuda bangsa ini berkumpul di gedung Indonesische Clubgebouw di jalan kramat raya 106 jakarta, untuk mempersatukan semangat menuju indonesia yang bersatu. Para pemuda saat itu telah berikrar sehingga melahirkan sebuah momentum fenomenal yang menginspirasi semangat kebangsaan dan kesatuan sampai saat ini, yaitu semangat sumpah pemuda. Momentum ini menguburkan perbedaan-perbedaan yang ada dan melebur dalam suatu semangat satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa indonesia.
Sumpah pemuda itulah yang merubah paradigma bangsa dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang bertekad meraih kemerdekaan dengan dukungan peran pemuda yang terdidik dan terpelajar. Banyak hal yang sebenarnya sudah di lakukan oleh pemuda hari ini mulai dari revolusi kemerdekaan indonesia yang di picu dari progresifitas semangat pemuda, penggulingan orde lama sekaligus runtuhnya hegemoni orde baru juga diprakarsai oleh perjuangan pemuda. Pemuda juga di harapkan mampu menjadi ujung tombak kepemimpinan bangsa ini ke depan, karena pemuda memiliki peran yang vital bagi kemajuan sebuah bangsa baik secara progresif maupun dalam lingkup yang lebih komprehensif. Di tangan pemuda lah nasib bangsa ini di gantungkan. Pemuda tidak ubahnya sebagai ujung tombak titik penentu ke mana arah bangsa dan negara ini maju ke depan. Kesadaran untuk maju di alam modern di tentukan oleh seberapa besar kehendak dan respon pemuda terhadap dinamika zaman.
Di era globalisasi yang di akselerasi oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai produk ilmu pengetahuan yang mengisyaratkan bahwa kemajuan tersebut hanya bisa di raih dengan penguasaan, pemanfaatan dan eksplorasi sebesar-besarnya terhadap teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Di sinilah peran pemuda modern yang sesungguhnya. Namun pada kenyataannya pemuda masa kini lebih banyak terlena dengan arus globalisasi yang menyeret mereka pada perilaku-perilaku menyimpang, pergaulan bebas, perilaku asusila, tidak peduli dengan keterpurukan bangsa, hingga lunturnya jiwa dan semangat nasionalisme serta tidak ada rasa bangga atau rasa memiliki terhadap bangsa ini.
Saat ini pemuda lebih condong mengabaikan nilai-nilai luhur yang mereka bawa sejak lahir di muka bumi pertiwi ini, dan bahkan kurang menghargai perjuangan pendahulu-pendahulu mereka untuk merebut kemerdekaan bangsa ini. Mereka hanya terlena oleh dukungan sumber daya alam yang begitu besar. Sumber daya alam yang sebagian besar tidak bisa diperbaharuhi justru semakin lama terkikis habis. Sementara daya pencipta yang masih lemah “meninabobokkan” bangsa ini dalam suasana yang serba hanya bisa menikmati apa yang ada, tanpa berusaha menciptakan sumberdaya dan peluang baru demi kepentingan masa depan. Terdapat kekeliruan memahami paradigma dalam proses regenerasi bangsa yang telah membuat pemuda menjadi kehilangan peran dan kekuatan progresifnya.
Jangan kan pemuda secara umum, pemuda yang memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi pun sebagian besar cenderung bersifat secara kapitalistik, tanpa ada greget yang menggelora untuk menguak tabir-tabir kebodohan. Mereka tak ubahnya ibarat mesin pencari ijazah yang berbangga diri ketika koleksi-koleksinya bertambah banyak, mereka juga cenderung menjadi mesin penyedot uang yang keluar dari kantong-kantong orang tua mereka, bahkan kuliah hanya di jadikan pengisi waktu kosong saja. Hanya segelintir nya saja dari kaum muda terdidik yang muncul menjadi pendobrak-pendobrak belenggu bangsa. Mereka yang masih memiliki jiwa suci untuk mengharumkan nama bangsa dan memajukan negara ini namun semakin terpojok dalam pergaulan sehari-hari nya, bahkan tidak jarang mereka merndapat cemooh “sok aktif” dan sebagai nya.
Para pengharum nama bangsa ini, selain seringkali di asingkan oleh teman sebaya nya, mereka lebih di anggap sebagai nerd, gak gaul, gak mode, kutu buku, dan sebagainya atau pun malah mengasingkan diri dari pergaulan.
Namun kelompok pemuda yang lain lebih memilih bersikap apatis, hedonis, kapitalistik serta konsuntif dalam kehidupan sehari-hari atau menyikapi hal-hal yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Berangkat ke kampus dan hadir di kelas hanya mengisi absensi saja tanpa ada keinginan yang mutlak untuk menumbuhkan intelektualitas nya. Bahkan hal terparah yang di lakukan nya adalah hanya menitip kartu kuliah untuk mendapat paraf dosen yang mengajar pada hari tersebut. Banyak instrumen yang menjelaskan hal ini seperti malas membaca, malas mendengar, malas memperhatikan, malas mencatat, malas menulis, enggan berdiskusi, enggan mengembangkan forum-forum ilmiah, tidak mau berorganisasi dan aktif dalam kegiatan kampus lainnya. Kebanyakan dari mereka hanya sibuk berbangga diri dengan statusnya sebagai “mahasiswa”, lalu menduduki status sosial yang tertinggi di masyarakat.
Berangkat dari hal di atas tersebut bagaimanakah seharusnya perjuangan pemuda dalam memajukan bangsa di zaman yang modern ini, yang serba di pengaruhi oleh teknologi.
Pertama-tama sudah sepatutnya kita mempelajari berbagai hal tentang kehidupan kita sebagai pemuda, baik dari hal yang paling mendasar seperti pribadi kita; sudah kah akhlak kita mencerminkan akhlak seorang pemuda yang baik dan patut di contoh oleh kaum pemuda lainnya?; sudahkah kita berperan aktif dalam lingkungan kita yaitu lingkungan keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Perlu sebuah pertanyaan besar, seberapa besar peran kita terhadap bangsa ini sebagai pemuda-pemudi nya?.
Jika kita memandang keluar, banyak sekali permasalahan-permasalahan bangsa ini yang perlu diperbaiki. Salah satu diantaranya pemuda adalah agen perubahan yang memiliki beban moral yang besar dalam perjalanan bangsa ini, jatuh bangunnya bangsa ini tidak terlepas dari tanggung jawab generasi-generasi pemuda indonesia, karena masa depan negara ini terletak di pundak para pemuda hari ini. Pemikiran dan gagasan kaum muda selalu menjadi inspirasi kebangkitan bangsa ini ke arah perubahan yang lebih baik.
Di satu sisi perjuangan pemuda di zaman sekarang ini yang sesungguhnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia, damaikan bangsa indonesia, dan mensejahterakan bangsa indonesia. Tiga komitmen kebangsaan inilah yang seharusnya menjadi cita-cita dan perjuangan para pemuda indonesia saat ini. Makanya, tidak ada salahnya jika para pemuda kemudian menjadi pelopor di bidangnya masing-masing. Harus ada yang menjadi pelopor di bidang pendidikan, ekonomi, tekhnologi, politik, budaya, perdamaian dan keamanan. Tentunya hal-hal ini harus didasari rasa cinta terhadap tanah air indonesia.
Sehingga bangsa ini benar-benar memiliki pemuda-pemuda yang kreatif, mandiri, aktif dalam memajukan bangsa, serta memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun tidak terlepas pula dalam menjauhi konflik-konflik kehidupan yang dapat menyebabkan perpecahan. Hingga akhirnya benarlah bahwa begitu besar peran pemuda terhadap kemajuan bangsa walaupun penuh dengan tantangan globalisasi yang mempenaruhi kemandirian bangsa indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar